Tuesday, January 29, 2008

Tidak Akan Sama Lagi (?)

Beberapa waktu yang lalu, saya bertengkar dengan teman saya. Iya, bertengkar! Bukan bertengkar sampai gelut ala cakar-cakaran gitu, da bertengkarnya juga via YM. Tapi, walau lewat YM juga teuteup, weh, bertengkar.

Sebetulnya, dari bertengkar itu, kami langsung saling minta maaf. Sebetulnya, kalo disebut musuhan, tentu saja tidak. Karena, setelah itu kami ga bertengkar lagi. Tapi, setelah pertengkaran itu, hubungan kami langsung berubah total. Tidak pernah sama lagi.

Saking pernah deketnya saya sama teman yang ini, saya jadi terlalu peduli padanya. Terlalu sayang. Tapi, terlalu peduli ini yang membuat temen saya jadi jengah dan merasa saya terlalu ikut campur urusannya. Saya kaget sekaligus sedih waktu dia bilang, dia minta saya berdiri di belakang garis saja.

Kemudian, saya tersadar. Tugas saya cuma ngingetin aja. Bukan tugas saya mengubah perilakunya. Tentu, saking sayangnya saya sama dia, saking kuatirnya saya sama beliau, saya takut beliau kenapa-kenapa ntarnya. Saya ga mau lihat dia sakit. Saya ga mau lihat dia jatuh. Kesedihannya adalah kesedihan saya juga.

Waktu curhat sama kakang, kakang bilang saya ga salah. Kakang bilang, karena saya sayang dan peduli padanya, maka, saya jadi tergerak buat ngingetin dia. Terus saya tanya kakang, saya salah, nggak? Kakang bilang nggak. Karena, kakang bilang, atas dasar rasa peduli saya terhadapnya, maka saya pasti refleks berbuat begitu. Tapi, namanya manusia, kita ga bisa memaksakan kehendaknya. Reaksi tiap orang pasti beda-beda kalo dikasih tau. Ada yang terima ada yang nggak. Nah, bukan tugas saya buat memaksakan kehendak tiap orang buat nerima masukan dari saya. Saya juga mencoba intropeksi atas dasar masukan dari yang lain juga, siapa tahu cara saya salah. Yah, bisa jadi, cara saya yang salah. Atau, waktunya yang ga tepat... entahlah...

Tapi, sejak saat itu, saya membuat keputusan untuk ga lagi peduli tentang urusan siapapun. Karena, setiap saya peduli, saya selalu bereaksi buat ngomel atau ngasi tau. Seperti biasa, reaksi mereka ga terima. Walau di kemudian hari, mereka minta maaf pada saya, bahwa apa yang saya kuatirkan jadi kenyataan, tapi, sekarang saya memilih buat menghindari konflik.

Terus terang, kakang nggak setuju kalo saya jadi ga pedulian seperti itu. Tapi, saya juga menyadari, bahwa ketika sebuah hubungan berubah karena saya benar tapi temen saya ga terima atau sebaliknya, ini adalah sakit terperih yang harus saya derita, entah sampai kapan. Jujur aja, kehilangan temen bukanlah sesuatu yang saya suka dalam hidup saya. Tapi, saya tahu, setelah pertengkaran itu, semua menjadi tidak sama lagi...

Tak lama setelah pertengkaran itu, saya mendengar berita sebuah kematian, yang membuat saya terkesiap. Ya Allah, gimana seandainya waktu saya tiba, masih ada orang yang dendam atau marah pada saya? Saya sadar, saya belum cukup bekal untuk menghadapNYA. Untuk itu, kemudian, saya mulai bertekad untuk mulai mengurai satu persatu benang kusut yang saya hadapi, jika suatu saat saya menghadapNYA, paling tidak ada satu benang kusut yang telah terurai. Saya harus segera bebenah.

Untuk itu, buat semua temen-temen yang baca tulisan ini, yang pernah tersakiti hatinya, saya mohon maaf. Saya takut, ketika waktu saya sudah tiba, saya belum sempat minta maaf pada kalian atas seluruh kesalahan saya....

gambar diambil dari sini

0 comments: