Friday, February 22, 2008

Emang, cuman istri atau anak doang yang bisa durhaka? Hah? Hah?

Susah buat cari kalimat yang lebih menyejukkan ketimbang yang di atas.
Udah kadung kesal, keuheul, gendok dan sebagainya.

Ceritanya, begini. Seorang temen baik dekat saya (XY, sebut saja dia begitu) sedang menghadapi sebuah masalah. Masalahnya ga bisa dibilang sepele, sih, secara, istrinya (XX, mendingan kita sebut begitu juga) meminta untuk mengakhiri hubungan mereka sebagai suami dan istri. Dan XX memilih buat membesarkan si kecil sendiri tanpa XY. Mau jadi single parent mungkin, yah...

Kalo dirunut, ceritanya ribet dan ga akan saya ungkapkan di sini. Selain saya kuatir ada miss komunikasi, miss pengertian dan miss miss lainnya, saya juga rada keberatan mengangkat permasalahan orang lain di dalam jurnal saya sendiri http://us.i1.yimg.com/us.yimg.com/i/mesg/emoticons6/10.gif" alt=":P"/>

Tapi, yang ingin saya ceritakan di sini adalah inti dari salah satu penyebab yang bikin XX ini minta pisah (mungkin) yaitu dia sudah kadung mendapat cap "istri durhaka" dari XY. Halus atau kasar. Langsung atau nggak. Tapi, dari yang saya baca, XX ini sangat memahami, bahwa suaminya sudah menganugerahinya gelar "istri durhaka". Soalnya, XX ini sedemikian sakit hatinya, begitu pula orangtuanya terhadap XY. Sehingga mengeluarkan jurus-jurus kalo mau ketemu anak mereka, XY ini mesti menempuh berbagai macam birokrasi yang sungguh menyedihkan menurut saya.

Tapi, saya bisa ngerti, kenapa XX bisa semarah itu. Bukan tugas XY sebagai suami untuk menganugerahi gelar "durhaka" pada istri atau anaknya. Bukan. Tugas dia sebagai suami adalah membimbing istrinya menuju kebaikan. Soal durhaka atau nggak, itu biar Allah saja yang menilai.

Saya berusaha kasih tau sama XY, bahwa sikap dia kurang tepat. Eh, si XY malah bales, coba kamu tanya sama suami kamu, kalo dia dapet istri dengan kelakuan yang sama. Bla..bla..bla... Saya tetap pada pendirian saya, bahwa suami atau orangtua ga boleh mencap istri atau anak mereka durhaka. Ga boleh.

Malamnya, saya langsung tanya sama pa-il (gelar yang diberikan om kucluk kepada papanya ilman, yang artinya papa-ilman-> dibahas? http://us.i1.yimg.com/us.yimg.com/i/mesg/emoticons6/4.gif" alt=":D"/>).
"Papa, boleh, ga, sih, suami ngasih stempel 'durhaka' ke istri?"
Pa-il langsung jawab,"ya, nggak boleh atuh! Emangnya suami ga bisa durhaka? Itu bukan tugas suami buat kasih stempel begituan. Tugas suami mah ngebimbing istrinya."
Pa-il emang ga nerusin kalimatnya. Tapi, dari nada cara dia berbicara, saya tau, dia marah banget kalo sampai ada suami yang begitu. Untung saja, saya ga cerita siapa yang jadi objek cerita.

Trus, saya bertanya juga sama pakdenya ilman. Pakde bilang, iya, ga berhak suami ngasih stempel begitu ke istrinya. Karena, salah bisa ada di pihak mana saja. Bahkan, blio pun kasih contoh, Siti Asiyah yang membangkang dari suaminya, Fir'aun. Apakah itu bisa dikatakan sebagai "durhaka"? Nggak, kan? Karena Asiyah membangkang untuk menuju kebenaran.

Bukan tugas kita untuk kasih stempel durhaka pada anak atau istri. Sebagai suami, boleh jadi kalian para cowoks, juga bisa durhaka sama istri kalian, kalo kalian nggak bisa bimbing istri kalian biar bisa jadi bener. Secara, yah, istri tuh amanah. Bukan mainan yang bisa distempel seenak udel.

Tugas kalian adalah membenahi pasukan kalian (keluarga) jika ada yang keluar jalur. Membimbing pasukan kalian untuk berjuang bersama-sama menempuh bahtera kalian. Jika istri kalian ga bisa dibimbing, bersabarlah. Tetap bimbing istri kalian semampu kalian. Bukan tugas kalian yang kasih stempel durhaka. Saya percaya, istri kalian juga ga bodoh dan mereka tahu, bagaimana istri durhaka itu. Seharusnya, kalian bisa membuat istri kalian sadar sendiri kalo mereka telah berbuat durhaka. Intinya, ga mesti istri yang durhaka, suami juga bisa dan sangat mungkin. Suami juga manusia. Tempatnya salah dan lupa juga.

Sebagai orangtua, kita juga ga boleh mencap anak kita durhaka, apapun kenakalan mereka. Tugas kita memperbaiki akhlaq mereka, karena mereka adalah amanah, titipan buat kita sebagai orangtua. Selama kita hidup, itulah tugas kita. Dan bukan tugas kita kasih cap durhaka sama anak. Karena, kita juga bisa saja menjadi orangtua durhaka yang tidak bisa memenuhi kewajiban kita dalam memenuhi hak-hak anak-anak kita.

Khusus buat XY: pernikahan kalian baru seumur jagung, tega bener udah berani-beraninya kasih stempel ke istri sebagai istri durhaka. Coba, deh, kalo kamu rada-rada bijaksana atau memang bisa bimbing istrimu, tentu hal seperti ini ga perlu terjadi. Banyak intropeksi dan istighfar, yah, bro!!!

thanks to pa-il yang sudah banyak dukung istri tercintamu!

1 comments:

~ tc ~ said...

waduh.. emang seperti apa yang dibuat si istri ya mbak sampe dicap DURHAKA..
serem ngebayanginnya...