Friday, October 09, 2009

Unpopular? So What?

I can't stand to fly..
I'm not that naive...
I'm just out to find...
The better part of me...

I'm more than a bird..
I'm more than a plan..
I'm more than some pretty face beside a train
and it's not easy to be me...

Kali ini, saya mau cerita tentang satu sisi tentang saya. Tentang sebuah masa lalu yang suram. Hihihi....

Satu hal yang saya pengen buka tentang saya adalah: I was unpopular at school. Di SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi. Apa, sih, yang bisa bikin saya harus jadi populer? Rata-rata orang populer karena dia punya bagus rupa, banyak yang demenin, paling pinter di sekolah dan paling eksis juga suka mengintimidasi teman lainnya. Masih adakah kriteria buat jadi populer di sekolah yang belum saya sebutkan?


Ke-unpopular-an saya ini kerap membuat saya seolah hidup dalam sebuah kotak yang mencengkeram saya ketika saya pengen bisa keluar dari kotak itu kapan-kapan. Karena saya ga punya syarat untuk jadi populer, didukung saya tuh pendiam dan pemalu kelas kakap, saya nyaris ga punya rasa percaya diri dalam hal apapun. Saya pernah ga bangga menjadi diri saya sendiri.

Saya dulu sering berkhayal, 'andai saya jadi dia. andai saya punya ini, saya pasti begini.' Semua pikiran-pikiran seperti itu terus menari bersama benak saya sehingga makin nggak ada waktu buat saya buat berubah buat jadi seseorang yang populer di sekolahnya.

Wish that I could cry
Fall upon my knees
Find a way to lie
About a home I'll never see

Seiring dengan berjalannya waktu, saya ketemu banyak orang. Tadinya saya pikir, kenal dengan banyak orang tidak akan mengubah hidup saya. Memang itu nggak akan terjadi kalo saya nggak pernah mau belajar dari orang-orang yang saya temui. Ketika saya mulai aktif di PAS, semua senior saya di sana mendorong saya untuk bisa tampil, minimal di depan adik-adik mentor. Duuuuh, saya kan pemalu! Saya beneran mati kutu dan ga bisa mikir kalo harus jadi center of audience! Saya sering banget 'hang' kalo udah disodorin jadi komandan lapangan untuk mengondisikan adik-adik mentor. Mati kutu. Saya terlalu malu untuk jadi center of audience. Keringat dingin, mulut ga bisa dibuka. Sigh.

Hingga saya ketemu dengan seseorang yang salah satu senior saya di PAS itu.
Dia pernah bilang kalo dia lihat saya punya banyak potensi yang bisa dimunculkan, sayangnya, saya ga pernah menyadari itu karena saya hidup dalam sebuah kotak. Orang itu memang kemudian pernah jadi pacar saya selama 3 tahun. Saya jalan sama dia selama 4 tahun, sebelum ada badai yang memisahkan kami. Hihihi.

Setiap hari, saya makan doktrinasi darinya, supaya saya bisa keluar dari kotak itu. Memang, saya nggak (atau belum?) jadi seseorang yang dia harapkan untuk bener-bener bisa jadi sesuatu. Tapi setidaknya, saya sudah mulai banyak berubah, kok, dikit-dikit saya sudah bisa keluar dari kotak itu. Belum banyak, sih, masih perlu proses. Untuknya, saya ucapkan BIG Thanks. Perjuangannya sekarang dilanjutkan sama pa-il. Hihihi.

Sejak munculnya situs pertemanan yang hueboh banget itu, kau taulah apa itu, saya jadi belajar lebih banyak lagi hal tentang hidup. Yang ga pernah saya dapatkan ketika saya di sekolah. Situs ini telah membuat banyak orang menemukan lagi teman-teman lamanya. Dengan segala keuntungan dan resiko tentunya. Hihi.

Situs pertemanan ini juga telah menghadirkan ribuan reuni-reuni mini. Salah satunya, saya kemaren dapat gelar banci reuni, gara-gara saya rajin aplot foto-foto reuni mini belakangan ini. Seminggu liburan lebaran kemaren, full book sama acara reuni ini. Ga besar-besaran memang, cuma nangkring di kafe dengan beberapa orang. Tapi ini sudah membuat saya senang.

Ternyata, dari sekian reuni yang saya hadiri, ada satu reuni mini yang membuat mata saya betul-betul terbuka. Reuni dengan teman-teman SMP seangkatan saya. Awalnya, ketika di private message massal di pesbuk itu, saya lihat ga ada satupun teman saya yang benar-benar teman ada di situ. Yang lainnya saya cuma tau nama ama wajah, tapi ga kenal secara personal.

Waktu teman-teman saya buat reuni pertama, saya ga mau hadir. Alasan saya waktu itu, saya baru pindah rumah dengan kondisi ga punya uang sama sekali, karena habis buat ini itu. Mana belum punya gas pula. Trus bayar reuninya itu 70rebu dan ngumpulnya di Atmosphere. Reuni itu pertama kalinya membuat saya dan pa-il berdiskusi soal datang nggak ke reuni. Padahal, soal datang nggaknya ke reuni itu urusan pribadi. Sayalah yang memutuskan berangkat atau nggak lalu tinggal minta izin selesai. Tapi ada pertentangan batin antara mau datang dengan nggak, karena kondisi itu. Hihihi. Akhirnya, pa-il bilang, ya udah kalo ntar ada uang, bunda berangkat ke reuni. Ternyata, memang dapet uang 100rebu, cuma mending beli gas aja deh, biar saya bisa lebih irit dalam hal makan. Hihihi.

Buka cuma itu, sebetulnya.
Ada alasan lain. Saya nggak begitu kenal dengan teman-teman yang katanya akan hadir. Di benak saya menari, ntar saya nyambung ngobrol ama siapa, soalnya di PM itu, saya nggak unjuk gigi juga. Yang udah terbayang di benak saya, saya pasti bakalan bengong. *Jadi merasa bloon, padahal, kan, reuni mini SMA juga saya suka heboh...*

Sabtu lalu, di reuni SMP seangkatan, saya ngobrol banyak dengan teman-teman yang sudah eksis duluan. Ternyata, ada banyak yang mengidap penyakit minder yang sama dengan saya, karena ga populer itu. Bahkan, ada satu teman saya yang mau ke kamar mandi pun ga berani karena malu nanya. D'oh!

I've learnt something. Sekian tahun keluar dari SMP, kalo pikiran kita masih sama dengan ketika kita di SMP dulu, apa yang sudah hidup berikan buat kita? Kenapa kita nggak pernah belajar dari hidup itu sendiri? Kenapa, sih, kita mesti hidup di dalam kotak yang akhirnya nggak bawa kita ke mana-mana?

Ma kasih Allah, yang udah membuat saya bergaul terlalu banyak dengan dunia maya ini. Mulai dari jaman prenster, trus Multiply, trus Blogger, Twitter, Pesbuk, Plurk... saya jadi punya temen segambreng dan belajar banyak dari mereka. Ada sih, yang sirik. Itu kan teman virtual, gitu kata yang sirik mah.


Hei! They're human! Walau cuman bisa ketemu via internet, they're human! Mereka manusia! Someday, saya pasti ketemu kalian semua secara nyata. Ya, kan?


Saya jadi belajar, bahwa populer jaman sekolah, ga berarti keren masa sekarang. Bahkan, saya temukan, banyak teman-teman saya yang dulunya "nggak banget" sekarang malah jadi keren luar biasa.

So? Apakah faktor popularitas jaman sekolah yang menentukan masa depan seseorang? Ya bukanlah. Kemauan seseorang itu buat keluar dari kotak yang membatasi ruang geraknyalah yang bisa membuat seseorang menjadi sangat keren di hari berikutnya. Memang nggak gampang, ya, keluar dari kotak, apalagi untuk orang yang super duper pemalu kayak saya ini. Perlu proses, dukungan dari banyak pihak, plus kemauan keras dari kita sendiri.

Tapi faktor terkuat cuma kemauan dari kita sendiri. Mau nggak cabut dari kotak itu? Saya bisa bilang gini karena pengaruh banyak orang, terutama kalian. Ya, kalianlah yang selama ini sering membuat hidup saya lebih punya arti. Intinya, saya sekarang sudah siap untuk makin keren. *Apa, sih?*

It may sound absurd...but don't be naive
Even heroes have the right to bleed
I may be disturbed...but won't you concede
Even heroes have the right to dream
It's not easy to be me

PS: kalo bingung kenapa ilustrasinya Superman, saya juga ga tau, pengen ajah...

ilustrasi minjem dari sini

1 comments:

Nia said...

Idem diriku jg ga popular pas kuliah. Eh, tp mendadak popular dan sring tlp/sms menjelang ujian!!! Pada mo minjem catatan nia utk di fotokopi hahaha :D

kesimpulan: yg popular jaman kuliah catatan nia drpd orgnya!

Sekarang, ya lumayanlah... Utk popular di beberapa tempat, spt pasar (secara dah dihafal sm uncle penjual fishball, mak cik penjual ayam, auntie penjual sayur), di sekolah rayna, (at least they know, I'm her mom LOL). Sekian dan trima kasih :D