Friday, October 15, 2010

ketika teman menjadi bumerang

Siapa yang nggak senang ketemu dengan teman lamanya? Semua pasti senang, apalagi kalo teman lama itu sudah belasan nggak kita temui dan kita dulunya dekat dengan teman kita ini. Lumayan dekat. Pastinya semua cerita dibagi, dengan asumsi dia pasti masih sama seperti yang dulu.

Nah, saya ketemu teman sebangku waktu masih duduk di kelas 3 SMP. Meskipun kami ga kayak lem, karena dia dan saya sama-sama sibuk, tapi dulu kami sering berusaha ber-quality time dengan ngerjain PR sama-sama. Perpisahan terjadi (halah) waktu kami mulai masuk SMA. Kami melanjutkan sekolah di SMA yang berbeda. Udah gitu, jam sekolahnya beda plus kegiatan masing-masing, membuat jarak makin terbentang di antara kami.

Jadi, waktu setahun lalu saya ketemu dia lagi, saya dan dia tentu sama-sama senang. Semua cerita belasan tahun saling dibagi. Sayangnya, beberapa lama setelah sering saling berbagi itu, mulai keliatan anehnya. Misalnya, kalo lagi pengen cerita, ntar dia nanya, "ada apa lagi?" Sementara giliran dia yang butuh saya, misalnya, tengah malam dia bakalan sms saya, nyuruh saya nyalain YM... Waktu itu sih no complain, pengen aja jadi temen berbagi... Dan saya pun pernah kehilangan momen ngumpul sama tetangga sekompleks awal tahun, gara-gara mesti dengerin dia curhat selama 3 jam via telpon, dari jam 9 ampe jam 12 malem! Pa il jelas lah manyun.

Saking dekatnya (mungkin) jadi malah sering bergesekan. Apalagi makin ke sini, makin jelas terlihat perbedaan di antara kami. Selain minat dan hobi kami yang berbeda, ternyata cara bercandanya pun sudah di luar batas toleransi saya. Errr... menurut saya, candaan dia lumayan kasar.

Dia pernah ngatain saya "penjelajah cinta" waktu dia tahu teman dekat saya banyak cowok. Entah sependek apa pola pikirnya, tapi saya betul-betul punya beberapa sahabat cowok yang sampai sekarang belum pernah ada masalah hati di antara saya dengan mereka. Dan dia nggak percaya, maunya dia tuh, saya mengakui bahwa saya pacaran sama mereka.

Dan dia pernah juga bilang, "hebat ya, lu bisa laku kawin. Lu jaman SMP kan geek abis. Boro-boro nengok cowok atau ditengok cowok, menarik juga nggak. Ke mana-mana bawanya bukuuu aja... hahahaha..."

Banyak sih, ledekan-ledekan dia yang lain yang nggak pengen saya ceritain. Tapi terakhir, yang benar-benar bikin saya murka, ketika dia ngatain saya "jablai". Kok bisa?

Ceritanya gini. Ada playboy cap kuku semut jaman SMP, ngegodain saya beberapa waktu lalu. Waktu temen saya itu negur si playboy, mau melindungi saya sih ceritanya mah, si playboy malah balik ngerayu temen saya. Tau apa yang diucapkan teman saya buat bela diri? "Eh! Sori, ya! Rayuan lu ga mempan! Gue ga kayak peni yang jablai!"

Kebetulan, dia ngopas cetingannya sama si playboy ke saya. Kontan saya ternganga waktu dapat cap jablai darinya. Saya sempet nanya ke dia, "maksud lo gue jablai apa?" Dia jawab, "oh, gue cuma bercanda, kok. Ga ada maksud apa-apa..."

Saya lalu nyolot, "selama ini, lo mau ngatain gue apa aja silakan. Tapi lo udah lihat sendiri gimana hubungan gue ama laki gue gimana. Gue ga terima lo katain jablai. Lo yang jelas-jelas punya masalah sama suami lo dan berkali-kali ngomong ke gue kalo lo pengen cerai, nggak sampai hati lo gue katain jablai!"

Dia minta maaf dan berusaha klarifikasi ke si playboy soal kata "jablai" tadi. Cuma, menurut saya, percuma aja. Si playboy malah jawab yang nggak nyambung, nggak ada hubungannya sama klarifikasi itu.

Dan dia dengan seenaknya aja ngatain pa il patung ganesha. Oke, pa il memang pendiam. Tapi bukannya semua orang kalo di lingkungan baru yang dia ga nyambung, bakalan pendiam juga? Toh, suaminya juga sama pendiamnya sama pa il. Kenapa dia seenaknya aja ngatain pa il "patung ganesha"? 

Yang bikin saya terusik lagi, ketika saya akhirnya mundur teratur darinya (karena percuma protes atau ngasih masukan sama dia, toh, dia selalu merasa dirinya benar), dia nulis notes di pesbuk, temanya disuruh berdamai, yang ditag saya, si playboy dan ada seorang cewek. Kontan si playboy kalang kabut karena banyak yang nanya, "heh! kamu ngapain si peni?" gara-gara tag notesnya itu. Lalu dia nulis notes-notes lain yang semuanya tentang cinta tak sampai, di mana saya satu-satunya orang yang ditag. Oh, my God!

Ketika saya nggak komen, dia menghujani saya dengan PM di pesbuk, isinya semua notesnya yang dia tag ke saya itu. Makin saya diam, makin dia menggila. Lalu dia mulai mendekati pa il. Segala aktivitas pa il di pesbuk, dikomentarinya. Bahkan, mulai berani nulis di wall pa il, untuk menunjukkan keakrabannya dengan pa il. (Lupa, ya, yang lo deketin itu katanya "patung ganesha"?). Saya sempet ribut sama pa il soal itu. Tanpa ba bi bu lagi, pa il langsung remove dia.

Apa masalahnya selesai sampai di situ?

Kayaknya nggak. Dia keep on stalking me dengan mengadd banyak teman saya di pesbuk. Bahkan teman-teman dekat saya yang sama sekali nggak ada hubungannya dengan dia. Dan yang lebih membuat saya ternganga lagi, perlahan-lahan, teman-teman sekelas saya waktu saya kelas 2 & 3 di SMA, dia add satu persatu, yang paling pendiam sekalipun. Sahabat-sahabat cowok saya dia add juga. Bahkan, teman-teman seorganisasi saya di PAS - Salman dulu, dia add juga! Crap!

Ternyata, ada yang ngalamin hal yang sama. Seseorang yang lain berbagi pada saya, orang ini pernah dicap gila sama teman saya, sudah berusaha menjauhinya ketika banyak tindak tanduk aneh pada diri teman saya itu. Ketika menjauh, semua teman-teman orang ini dia add, mau kenal atau nggak, mau nyambung atau nggak.

Kenapa saya ga remove dia dari pesbuk? Bakalan banyak masalah lagi yang sudah bisa saya prediksikan. Udah kelihatan polanya, soalnya. Saya cuma berusaha ngurangin kans untuk memperlebar masalah dengannya, pada teman-teman saya yang lain, dengan tidak meremovenya dari kontak saya di pesbuk.

Satu hal yang menggantung di kepala saya, kalo memang merasa populer-banyak teman-merasa cantik-merasa hebat, sementara saya geek-kuper-nggak gaul-ga populer, kenapa dia ngeadd banyak temen saya di pesbuk? Why she keeps on bugging me through my friends?

Kalian pasti akan bilang, kenapa nggak saya tanya langsung sama dia? Jawaban saya adalah: Malas. Saya sudah tahu jawabannya. Seperti biasa, dia merasa bahwa dirinya benar dan berhak melakukan apa saja pada saya, pada teman-teman saya, karena menurutnya saya adalah soulmatenya.