Tuesday, July 12, 2011

keresahanku - 2

Baiklah, saya akan melanjutkan cerita lalu...

Seorang teman menawarkan bantuannya untuk terapi okupasi. Sebetulnya ini sudah pernah dilakukan beberapa kali sebelumnya. Tapi, karena saya pengen cari another opinion, akhirnya saya memutuskan untuk menyetujui tawarannya. Untuk itu, saya dan pa il harus bela-belain pergi ke Cibubur. Hehe... Padahal sih, cuma lembaga terapi kecil-kecilan aja, belum setingkat profesor gitu.

Selama terapi okupasi itu, lagi-lagi Ilman masuk ke sebuah ruangan di mana saya dan pa il selaku orangtuanya cuma bisa ngintip dari sepetak jendela. Tentu saja saya bisa mendengar jeritan dan tangisan Ilman. FYI, meski nggak diapa-apain, Ilman kalo udah nangis banjir air mata juga ludah dan memilukan untuk didengar. Rasanya pengen seketika itu juga (untuk ke sekian kalinya) menerjang pintu ruangan di mana Ilman sedang menjalani terapi okupasi dan meraihnya, lalu membawanya pergi dari situ. Tapi tentu saja itu tidak saya lakukan.

Ketika sesi terapi okupasi selesai, Ilman akhirnya keluar dan saya lap mukanya yang sudah bersimbah air mata dan ludah. Saya peluk-peluk, sesudahnya Ilman main di halaman lembaga terapi itu.

Terapis yang melakukan observasi tadi bilang, masalah Ilman adalah "speech delayed" dan salah satu alternatif terapi yang bisa dilakukan adalah dengan disekolahkan, untuk sosialisasi. Diharapkan jika Ilman bersosialisasi, akan muncul kata-kata yang sudah direkam di otaknya, melalui mulutnya. Memang belum masuk ke spektrum ADHD, tapi kalo melihat beberapa gejala ADHD, ada beberapa indikasi yang bisa mengarah ke sana dan kalo nggak segera diterapi atau diambil tindakan, bisa mengarah ke sana.

Tentu saja saya berpikir, nggak mungkin Ilman dimasukkan di sekolah non inklusi atau sekolah biasa aja. Saya mesti giat cari informasi tentang sekolah inklusi yang lokasinya mudah dijangkau dari rumah orangtua saya di Sarijadi. Kalo bisa sih, lokasinya di Sarijadi aja. Kenapa? Supaya Ilman nggak kelelahan. Terkadang, capek membuatnya tantrum. Ilman kalo sudah tantrum, jeduk-jedukin kepalanya ke tembok atau lantai. Perasaan saya selalu hancur kalo melihat Ilman tantrum.

Oke, saya masih mentok. Karena setiap saya survey ke beberapa lembaga terapi, hampir semua sama caranya. Harganya juga alakazam. Saya mulai frustasi. Lalu saya dengar, ada terapis yang bisa dipanggil ke rumah. Tapi, belum sempat saya hubungi orang tersebut, pa il sakit dan itu cukup menyita konsentrasi saya. Setelahnya, ilman sakit dan semuanya mengakibatkan pekerjaan saya di kantor menumpuk. Akhirnya saya mulai melupakan hasrat menghubungi terapis yang katanya bisa dipanggil ke rumah itu.

Waktu terus bergulir, bahkan saya melewatkan pendaftaran siswa baru untuk TK. Sampai akhirnya, libur lebaran 2010 lalu, bapak saya memberi tahu saya bahwa ada rumah terapi atau sekolah luar biasa di Sarijadi, yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Hmm.., apakah bapak saya akhirnya menyadari dan bisa menerima kenyataan bahwa Ilman seorang anak berkebutuhan khusus a.k.a special needs kid? Sebelumnya, bapak kan sama sekali menolak deskripsi saya dan pa il bahwa Ilman termasuk anak berkebutuhan khusus. Tapi saya anggap ini sebuah jalan. Ketika orangtua sudah menerima kenyataan dan merestui, mungkin memang terbuka jalan lebar menuju solusi, termasuk untuk Ilman.

Saya datangi sekolah luar biasa itu. Setelah ngobrol dengan kepala sekolahnya, beliau meminta Ilman untuk mereka observasi selama tiga hari. Mereka minta saya membekali Ilman buku tulis untuk menjadi buku penghubung. Setelah observasi selama tiga hari, saya langsung mendaftarkan Ilman di sana. Kepala sekolahnya kaget, karena tidak merasa memaksa Ilman untuk sekolah di situ. Beliau bilang, "Ibu betulan mau menyekolahkan Ilman di sini?" Hahaha.. kaget saya mendengar pertanyaan polos ibu kepala sekolah ini. Kok, kayak yang nggak pede. Saya jawab, "Iya. Saya cukup cocok dengan tempat ini. Dan saya akan memercayakan Ilman ke Ibu dan para guru lainnya di sini. Mohon bantuannya."

Maka, sejak 4 Oktober 2010, Ilman mulai sekolah di rumah terapi. Di situ, Ilman termasuk anak bawang, umurnya paling kecil. Kebanyakan sudah usia SD dan SMP. Waktu Ilman masuk, muridnya ada 17 orang dan gurunya 13 orang. Sistem pengajaran mereka adalah satu guru versus satu murid. Setiap murid punya penanggung jawab program, tapi yang ngajar bisa bergantian gurunya.

Seminggu Ilman sekolah, mulai terdengar nyanyian dari mulutnya, lagu alfabet, baik versi bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Sampai sebulan, hanya lagu itu yang dia mau nyanyikan. Padahal, saya mengajarkan sangat banyak lagu. Bosan dengan lagu alfabet, dia mulai nyanyi Cicak di Dinding. Meskipun artikulasinya belum jelas, tapi dia sudah bisa menyanyikannya secara lengkap. Makin lama, kosa kata Ilman makin berkembang.

Ilman sangat menyukai gadget, apapun itu. Mulai dari komputer, laptop, handphone bahkan ebook reader. Ya, dia suka mengutak atik. Setelah empat bulan sekolah, Ilman mulai merekam judul-judul lagu yang sering diputarkan untuknya. Di antaranya Everything - Michael Buble, Haven't Met You Yet - Michael Buble.

Suatu ketika, saya melihat ada tulisan "Everything", "Lucky", "LOVE", "Michael", "bingo", "coklut", "tango" di ponsel saya. Saya takjub. Ilman yang mengetiknya. Saya kirim sms itu ke eyangnya. Saya katakan bahwa itu Ilman yang ngetik. Saya juga kirim ke gurunya. Ternyata, ketika akhirnya dia berhasil merampas ponsel gurunya, dia mengetikkan kata-kata itu di ponsel gurunya. Jadi, ya, gurunya percaya kalo Ilman lah yang mengetik. Kalo dia main mini game di laptop pun, dia sering menggunakan "Everything", "LOVE" atau "Lucky" sebagai user name 

Sekarang, Ilman sudah sembilan bulan bersekolah di sana. Sudah mulai diinklusikan ke TK juga yang memang bekerja sama dengan rumah terapinya. Perkembangan kosa kata Ilman sudah cukup pesat. Dari awal, target saya, pa il dan kepala sekolahnya adalah komunikasi dua arah untuk Ilman. Komunikasi dua arah, seperti meminta, Ilman belum memenuhi itu. Dan kami (saya, pa il juga pihak sekolah) masih berupaya untuk meningkatkan kemampuan Ilman dalam komunikasi dua arah. Namun sejauh ini, saya cukup bahagia dan bangga dengan prestasi Ilman yang bahkan sudah bisa mengucapkan "bunda" dengan jelas, meski kadang-kadang setelah mengucapkan kata "bunda" dia menunjuk pundaknya dan bilang "punda"...hihi.. Begitu juga dengan lagu "topi saya bundar..." disambung dengan kalimat "dua-dua juga sayang papa..." hahaha...

Berkat doa dan dukungan teman-teman semua, insya Allah, saya dan pa il akan terus belajar bersabar menghadapi Ilman. Seperti yang pernah dikatakan ibutio pada saya, "Special kids for special parents". Mudah-mudahan, kami yang dikaruniai anak yang berkebutuhan khusus memang adalah orangtua pilihan. Kesannya menghibur diri, ya..hehe... tapi sungguh, memang tidak mudah menjadi orangtua, apalagi orangtua dengan anak berkebutuhan khusus. Karenanya, saya sangat bisa merasakan perasaan orangtua yang memiliki anak dengan autisme ataupun anak dengan ADHD. Saya akan terus memberikan dukungan pada mereka, terutama dukungan moral. Karena, saya mengalaminya juga. Saya tidak akan pernah iri dengan "kehebatan" anak-anak "normal", karena saya adalah orangtua spesial.

Doakan kami terus, ya... Terutama supaya kami tetap sabar ketika Ilman mengamuk karena hal-hal yang tidak dapat kami pahami. Juga agar kami tetap sabar ketika menghadapi orang yang memandang seolah-olah Ilman itu aneh 

27 comments:

fickle boon said...

bismillah, semoga Ilman semakin hebat yaa...

kagum sama dirimu yang sabar :) semangaaaaaaattt

Sri Sarining Diyah said...

mb peni, emmuuuaaahhh!!! tetap cemangat!

Q s said...

semoga ilman jadi orang besar yang hebat nantinya,
dengan dukungan orang tua dan guru2 yang hebat, tidak ada yg tidak mungkin, teh :)

farian sakinah said...

Yes special kids for special parents!

Nia Kariani said...

tetap semangat Peni!!! ^^

Peni Astiti said...

aamiin.. ma kasih doanya, echan...

sabar mah belum, sih, chan... cuma sepertinya emang harus manjangin sumbu, biar ga mudah meledak... :D

Peni Astiti said...

cemanat mbak ari! emmmmuuuuaaah!!!

Peni Astiti said...

aamiin...

iya, babah... alhamdulillaah bisa nemu rumah terapi yang mendidik secara kekeluargaan... mudah-mudahan ilman makin pesat kemajuannya...

smartie - said...

*peyuk bunda ilman*

Peni Astiti said...

siap, bu dokter... ma kasih, yaaa... *hugs*

gita lovusa said...

kak peniiii *peluuuk
udah lama nggak denger cerita2nya..
alhamdulillah kalo udah ketemu sekolah yang cocok buat ilman ya.
semoga perkembangannya semakin hari semakin baik.

Peni Astiti said...

yoih, mbak nia... thanks for always be there for me...

Peni Astiti said...

*peyuk tante smartie* ma kasih, ya, vina, buat selalu kasih dukungan...

Peni Astiti said...

hehe.. ya begini deh ceritanya... emosi suka terkuras kalo nulis tentang ilman belakangan.. makanya bolak balik rombak tulisan biar ga terlalu terbaca cengeng.. hahaha... entah deh, yang ini masih ada kesan cengeng atau kagak....

aamiin... ma kasih buat doanya, ya...

Emaknya Lituhayu Manika said...

Lama gak dgr kabarnya mb, peluk cium buat si ganteng ilman ya.. Sy kl ngalamin gak yakin mampu sesabar dirimu.

ida baik said...

mbak peniiii, lama gak terdengar kabarnyaaaa..
muncul dengan kisah yg sangat mencerahkan..
peluuuk buat dirimu dan ilman..
bener, anak spesial adalah buat orang tua yg spesial..
insya allah akan terus berjalan lancar semua terapi yg dijalani ilman.. amin!

Peni Astiti said...

hehe... iya.. awalnya susah aja masuk ke MP, trus keterusan malas buka MP... ma kasih, mbak...

jujur aja, saya belum sesabar itu, kok... masih harus banyak latihan... :D

Peni Astiti said...

aamiin... ma kasih buat supportnya, ya, da... sun buat raffi...

antie nugrahani said...

semangat, teh peni.. nothing is impossible :)

Echy NS said...

sabar & tidak berenti ikhtiar ya, bun...*hugs*

maria lubis said...

kaka ilmaaaan :D

Peni Astiti said...

iya, sis mbil.. aku belajar banyak darimu tentang sabar... ma kasih, ya...

Peni Astiti said...

insya Allah, andung... *hugs*

Peni Astiti said...

ayayaaa...ayo kita main lagiii... :D

Emaknya Lituhayu Manika said...

Mb peni barusan buka ayahkita.blogspot.com dan ada tulisan ttg ciri2 anak yg dominan otak kanannya di dunia yg umumnya org2 menggunakan otak kiri. Sy lgs keingatan dgn cerita ttg ilman. Ada buku referensi yg bs dibaca diblog itu. Coba di cek ya..

Peni Astiti said...

ma kasih, yaa... maaf baru sempet bales.. oke, ntar kubuka... ma kasih banget infonya, mbak :*

Emaknya Lituhayu Manika said...

*peluk cium buat si ganteng ilman*