Wednesday, April 18, 2012

Perjalanan Masih Panjang...

Masih pengen lanjutin cerita ini. Dan emang nggak akan pernah selesai nulis di sini, kayaknya. Hari ini saya lagi pengen menjauh sebentar dari kerjaan. Pengen mendistraksi diri dengan bercengkrama sama MP

Sejak 4 Oktober 2010, Ilman tercatat jadi murid di SLB dan Rumah Terapi Solalin. Tempatnya di Sarijadi, dekat dengan rumah yangkung dan yangti. Jangan bayangkan SLB - Sekolah Luar Biasa yang terdiri dari orang-orang tuna rungu, tuna netra, dll, ya. Memang, sih, tiap orang yang denger kata SLB keluar dari saya, pasti langsung protes. Kenapa Ilman harus masuk SLB? Gitu...


Yes, Solalin itu bukan sekolah biasa. Di dalamnya berisi anak-anak luar biasa. Gurunya juga. Subhanallaah! Kalo punya lima jempol, kuacungin semua, deh! Untuk kesabaran mereka, untuk dedikasi mereka terhadap anak-anak kami yang berkebutuhan khusus. Berkebutuhan khusus dalam hal apa? Di antaranya, mereka menangani anak-anak autis, asperger, speech delayed, ADHD, dan lain-lain.

Progres perkembangan Ilman sejak sekolah di sana, boleh dibilang hebat banget. Mulai dari masih bubbling di usianya yang sudah menjelang empat tahun ketika itu dan sewaktu mulai masuk sekolah, sudah mulai terdengar beberapa kosa kata, seperti "pinjam", "bunda", dan lainnya.

Sekarang? Ilman bahkan sudah jadi copy cat untuk banyak kalimat. Baik itu yang dia dengar dari kami - orangtuanya, gurunya, bahkan dari film yang disukainya. Apakah perjalanan kami selesai sampai di sini? Jawabannya: nggak.

Beberapa waktu lalu, saya masuk jadi anggota grup LRD Member di facebook *saya masih belum tahu apa itu LRD sampai sekarang* dan membaca banyak pengalaman orang-orang yang memiliki anak berkebutuhan khusus di sana. Bahkan, ada ibu yang autis dan punya anak autis pula menjadi anggota di sana.

Setiap kali saya baca postingan mereka di sana, air mata saya selalu berderai. Saya nggak tahu kenapa. Apakah karena saya merasa "nelangsa", kenapa harus anak saya yang mengalami ini? Apakah karena saya mulai capek padahal saya belum ngapa-ngapain untuk meningkatkan kemampuan anak saya? Apa karena saya tahu, karena asperger bukan sebuah penyakit, melainkan diagnosa seumur hidup jadi nggak pernah tahu kapan "sembuh"nya. Saya sempat kecewa, karena ternyata Ilman bukan hanya "speech delayed".  

Sering sekali, tenggorokan saya tercekat, setiap ada pertanyaan, "sampai kapan Ilman sekolah di Solalin?"

Tapi... Kenapa juga saya harus merasa nelangsa? Di grup LRD itu, banyak yang jauh lebih nelangsa daripada saya, tapi mereka "biasa" aja. Mereka tegar. Kuat. Bahkan, saat ngumpul sama para orangtua murid Solalin sekalipun, ternyata masalah mereka jauuuuuuuuuuuuuuuuuh lebih berat daripada yang saya alami. Ilman dinyatakan asperger, dari hasil diagnosa tim dokter psikiatri anak dan remaja RSHS Bandung. Tapi asperger yang disandang Ilman termasuk ringan. Nggak sampai perlu terapi obat-obatan seperti yang lain. Nggak ada alergi tertentu. Kebetulan memang anaknya aja yang memang terlalu pemilih dalam makanan, jadi agak susah ngasih banyak makanan ke dia. Jadi, kenapa saya harus merasa sengsara? Harus merasa sendirian? I am not alone in this world, right? Saya bukan orang paling menderita di dunia ini, kan? Lalu, kenapa saya harus merasa seperti itu? Wake up!

Sewaktu lihat postingan teman-teman saya akan prestasi anak mereka, terkadang hati saya mencelos. Saya juga pengen banget "pamer" karya anak saya. Tapi, pernah, nih, waktu saya bilang, "alhamdulillaah... kakak Ilman sekarang sudah bisa pakai baju sendiri..." ada yang komentar, "hah? Lima tahun baru bisa pakai baju sendiri? Yang bener aja! Nggak pernah diajarin, ya?"


Waktu Ilman tiba-tiba tiduran di lantai mini market, saya mendapat lirikan tajam dari beberapa pengunjung mini market. Mungkin, mereka pikir Ilman gila, kali, ya.

Oke. Ilman memang termasuk anak berkebutuhan khusus. Asperger namanya. Tapi bukan berarti dia idiot yang nggak bisa diajari apa-apa. Bukan berarti dia gila. Ilman baik-baik aja. Kalopun dia berulah seperti anak nakal, dia nggak pernah menginginkan itu. Kami nggak pernah membiarkan dia untuk seperti itu. Trust me. Kami juga pengen dia bisa bertingkah seperti layaknya anak normal kebanyakan, kok. Dan kami juga yakin, Ilman sendiri pasti menginginkan itu. Itulah sebabnya, kenapa Ilman nggak kami masukkan ke sekolah biasa. Kami mencari sekolah pendampingan seperti Solalin. Supaya Ilman juga nggak jadi korban bullying. Supaya Ilman bisa optimal saat harus bersosialisasi atau belajar mata pelajaran akademik.

Waktu Ilman mau tampil di panggung saat pentas seni akhir tahun 2011 lalu, saya nggak bisa berhenti merasa terharu. Ilman menyanyikan lagu "Rukun Islam" dan "Satu-satu Aku sayang Ibu" yang liriknya dia ganti dengan "satu-satu aku sayang bunda... dua-dua juga sayang papa..."

Ilman sekarang bisa nyanyi beberapa nusery rhymes, seperti "Come swim with me" atau "Vinko the Dancing Bear", "Colors"-nya Barney Dinosaurus, dan lain-lain. Dia pun sekarang bilingual - bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Setiap kata, pasti diikuti bahasa Inggris. Misalnya, "kucing - cat", "kuda - horse". Terkadang, Ilman juga mengajari gurunya di Solalin menyanyikan lagu yang saya ajarkan padanya. Untuk akademikpun, kemajuan Ilman jauh melampaui target. Begitu laporan dari guru Ilman. Sekarang, Ilman sedang diajari kemandirian, seperti makan sendiri atau membasuh diri sendiri. Ilman sudah bisa merecoki kami di dapur, setiap dia mau makan.

Perjalanan masih panjang. Panjaaaang banget supaya Ilman bisa betul-betul mandiri. Seperti Osha yang sekarang kuliah di Yogya, padahal mamanya di Bekasi. Seperti anak-anak berkebutuhan khusus lain yang berprestasi.

Setiap saya menyadari batas kesabaran saya atau papanya pada Ilman ketika dia tantrum, saya selalu berpikir, seandainya bukan eyang Ilman yang ngasuh saat kami bekerja. Apa yang akan diperbuat oleh pengasuhnya, ya, saat Ilman tantrum? Disiksakah? Dipukulikah? Sebab terkadang, kami aja - orangtuanya - suka nggak sadar melayangkan tangan kami di salah satu bagian tubuhnya, setiap dia tidak terkendali. Kami bersyukur, mesti kedua orangtua saya sudah tua, mereka sabar sekali menghadapi Ilman. Saya nggak tahu dan nggak berani membayangkan, seandainya Ilman pakai pengasuh. Lihat tetangga depan rumah, yang anak-anaknya nggak pernah ngadat, masih dihukum di dalam kamar mandi, kok, sama pembantunya.

Saya percaya, Allah Maha Baik. Saya nggak mungkin dititipi anak spesial, kalo bukan karena saya istimewa. Saya harus belajar banyak dari anak saya. Keadaan ini membuat saya makin kompak dengan suami juga anggota keluarga lain. Saya makin peduli dengan autisme. Dan inipun yang membuat saya nggak akan pernah berhenti mengedukasi orang-orang yang masih seenaknya menggunakan kata "autis" sebagai bahan candaan.

I love you, Ilman. Ilman jantung bunda. Ajari bunda selalu untuk menjadi ibu yang baik buat Ilman, ya..

25 comments:

Sri Sarining Diyah said...

*peluk mb peni*

Nining Soeryono said...

Suka liat foto yang paling bawah.. cakep banget..

fickle boon said...

Ilman cakep deh

gita lovusa said...

U're gonna be great like your lovely pa-il and bun-il...
*peluk k peniiiiiii

sun sayang ya buat ilman. Salam buat k fahmi

fatah amin said...

tenang aja k peni.. Allah Maha Adil. Pasti ada hal lain yang mengkompensasinya. bisa jadi lebih dari hanya sekedar ada. so, met eksplorasi ilman yaa..

rani raniw said...

Tidak apa menjauhkan pekerjaan sebentar untuk merawat hati.. :) jgn lupakan dirimu juga yaa

Peni Astiti said...

mbak ariiiiiiiiiiiii *peluk mbak ari erat-erat*

Peni Astiti said...

hehe.. ma kasih, tante ningnong... padahal itu muka tanpa ekspresi, looh :D

Peni Astiti said...

kenapa bundanya yang tersipu, ya, tante echan? hihihi...

Peni Astiti said...

aamiin... aamiin... aamiin... ma kasih, tante gita...

Peni Astiti said...

iya, k fatah... ma kasih, ya, buat dukungannya....

Peni Astiti said...

asiiiiik... dibolehin sama bu psikolog... hihihi...

fickle boon said...

karena Ilman anak bunda :) hihihihi...

♥ Anne M.Oscar said...

Sungguh, postingan ini menghangatkan hati. Semangat terus ya Peni, kalau lelah istirahat dulu, curhat kan bisa mengurangi penat. Mungkin sekarang memang perlu perjuangan, tapi pasti ada buahnya yang bisa di petik buat masa depan Iman :)

puteri miranti ningrum said...

Allah tidak akan memberikan suatu ujian melebihi kemampuan umat-Nya :) Bismillah...ayo mbak, hanyalah orangtua yang terpilih dan spesial untuk menerima karunia yang sangat spesial. Salam sayang buat Ilman ya, semoga menjadi anak shaleh, sehat dan makin ganteng ya...

Peni Astiti said...

*peluk tante echan*

Peni Astiti said...

iya, mbak anne... aamiin... ma kasih supportnya...

terkadang saya berpikir apa saya aja yang lebay? tapi menjalaninya sungguh nggak mudah, apalagi kalo udah kena penyakit hati yang bernama "iri". nah, setiap kena penyakit hati itu, saya pasti berkunjung ke tempat-tempat di mana orang-orang lebih "nelangsa" dari pada saya... biasanya saya merasa malu sendiri menyadarinya :D

Peni Astiti said...

aamiiiin... ma kasih, putriiii....

hati saya makin terasa hangat baca semua dukungan di sini... ma kasiiiiiiiiih...

Susi . said...

*peluk peni* bener, Pen....masih jauuuhhh banget....tapi kan sekarang dengan ada supporting group Insya Allah lebih ringan dibanding dulu bibi heni mendidik osha.....semoga semua keluarga juga diberi banyak-banyak kesabaran.......everything happens with reason :)

Peni Astiti said...

*peluk ibutio*
iya, ibutio... kebayang dulu nini berjuang sendirian... T____T
aamiin.. aamiin... aamiin... mulai kerasa sih, berat ternyata, yaaaa :D

Yunita Caroline said...

awww....keren postingannya...
benar banget, hanya orang tua istimewa yang ketitipan anak istimewa
pasti kuat, pasti bisa :)
*peluk peluk peni*
btw, ilman cakep amat di foto bawah ituuu
bibir tebel, alis tebel....aw aw awh

Peni Astiti said...

dirimu pun orang terkuat yang pernah aku kenal di dunia ini. really..
dirimu banyak kasih inspirasi ke akuuuuu....

*peluk-peluk nita*

hahaha... iyaaa... semua diambil ilman, adiknya ga kebagian alis tebal... T___T

M Hanif Subhan said...

*peluk buat peni*

Peni Astiti said...

*peluk peluk osya... aku kangen, euy... ngobrol lagi denganmuuuu...* temu alumni datang, ga?

Anonymous said...

Mbak, slb solalin nerima anak abk dari usia berapa? Sekolah nya mulai jam brp smp jam brp?
Anak sy agustus ini 6 thn....