Wednesday, June 27, 2012

Apresiasi Bernama `Like`

Mungkin saya termasuk telat baru bahas ini. Dan tadinya saya pikir juga nggak perlu bahas ini. Siapa tahu di luar sana sudah banyak yang bahas. Tapi entah kenapa, belakangan ini saya tergelitik ingin membahasnya. Sudah gatal aja kali, ya...

Di sebuah jejaring sosial yang dipakai banyak orang – bahkan sepertinya semua orang wajib punya account di sana – kalo nggak mau ketinggalan, ada fasilitas bernama Like. Apa itu? Sebuah tombol dengan tulisan Like dan bila kita sudah meninggalkan jejak dengan menekan tombol itu, akan muncul icon thumb up di postingan tersebut.



Beberapa orang menganggap dengan menekan tombol Like itu artinya menghargai postingan. Ada yang menganggap juga bahwa orang yang memberikan jempol mereka untuk postingan itu sebagai pengganti komentar. Bahkan, di sebuah forum game online yang saya ikuti, L/C alias Like/Comment adalah bagian dari ucapan terima kasih. Sehingga, ketika ada yang mengambil gift atau reward dari game yang dishare oleh salah satu teman tanpa meninggalkan jejak semisal menekan tombol Like atau meninggalkan komentar di sana, dianggap “tuyul”. Mengambil barang tanpa permisi. Hihi.

Kebanyakan yang ketahuan begitu sih, biasanya diban. Dengan cara diunfriend atau bahkan diblok oleh yang merasa dicolong. Terkadang, sanksi sosialnya lebih kejam lagi. Dibuatkan print screen-nya, lalu disebarluaskan ke teman-teman lain dan dianggap sebagai “makhluk berbahaya” – karena mengambil barang tanpa izin.

Padahal, ketika saya masih bermain game online tersebut, saya pernah pakai fasilitas collect gift automatically, yang membuat sulit terlacak saya ngambil gift dari mana. Kadang, tombol Like otomatisnya nggak berpengaruh. Jadi, siapa tahu, saya pernah jadi tuyul juga, kan? Maaf, ya, teman-teman, kalo saya pernah jadi tuyul. Salahkan saja fasilitas collect gift automatically plus lemotnya internet di sini :D

Saya sering sekali membaca komentar dari empunya posting, ketika para “jempolers” memberikan jempol mereka untuk postingannya, “nuhun jempolers”, “ma kasih buat jempolnya, yaaa...”. Saya sendiri mendapati banyak jempol yang hadir untuk beberapa postingan saya di sana. Tapi saya nggak pernah berterima kasih untuk jempol mereka. Kenapa, ya?

Sampai suatu ketika, teman-teman saya pernah mempertanyakannya. “Sebetulnya, perlu nggak, sih, kalo ada yang kasih jempolnya di postingan kita, terus kita bilang terima kasih?” Saya pribadi jawab, “nggak perlu.” Tapi ada yang misuh-misuh jawab, “harus. Itu kan bentuk kepedulian orang lain terhadap postinganmu.” errr sebenernya sih nggak gini amat nulisnya, cuma ketangkap saya gitu, lah, kurang lebih.

Laluuu... mata saya tertumbuk pada beberapa orang yang curhat di status mereka tentang kesedihan atau derita yang mereka alami. Bukan doa, lho, ya. Banyak yang berkomentar mendoakan supaya masalahnya segera selesai. Tapi, yang bikin kaget, banyak yang nge-Like. Kadang, ada juga yang nggak berperasaan, upload foto-foto menyedihkan lalu diLike banyak orang. Errr....

Like itu kan suka. Kok, ada ya, yang suka sama penderitaan orang lain? Atau itu yang disebut sebagai pengganti komentar? Menunjukkan rasa simpati? Kayaknya ada yang harus diluruskan, deh... Udah nggak bener, nih, urusannya.... Nah, bagaimana dengan Anda?

Gambarnya nyolong dari sini. Maaf, ya, Mas.. minjem :D

0 comments: