Friday, August 03, 2012

Special Parents for Special Kids

Seminggu yang lalu, saya berkutat di Wordpress dan sebuah milis. Kemudian, tulisan saya menuai tangisan ibu-ibu yang membaca, sehingga gelar Drama Queen kembali saya raih. Saya nggak sanggup menjangkau MP ketika itu.

Lalu, dua hari yang lalu, saya kembali berkutat di sana untuk menulis lagi. Lagi-lagi air mata saya terkuras. Yah, saya pasrah aja, deh, disebut Drama Queen (forever).

Sebelumnya, pernah curhat di plurk juga, kalo yang saya dapat informasinya dari teman lain, Abdullah menderita Diffuse Intrinsic Pontine Glioma. Apakah itu?
A Diffuse Intrinsic Pontine Glioma (DIPG) is a tumor located in the pons (middle) of the brain stem.

Diffuse pontine gliomas are located in the brainstem, at the base of the brain. They are usually diagnosed in children aged 5 to 10. They are difficult to treat because the tumor cells grow in between and around normal cells. It is impossible to remove a tumor in this area because it interferes with the functioning of this critical area of the brain.

What causes a diffuse pontine glioma?

We don’t know what causes a diffuse pontine glioma. There is no way to predict that a child will get brain cancer and nobody is to blame if a child develops a tumor. Researchers have been studying whether environmental factors, such as radiation, food, or chemicals can cause brain cancer. At the moment, there is no definite proof that there is a connection.

What is the outcome for a child with a diffuse pontine glioma? 

Because they are difficult to treat, the outcome for brainstem gliomas is poor. After diagnosis, the survival time is on average 9 to 12 months. To improve the outcome, doctors have tried giving higher amounts of radiation, or using chemotherapy medicines to kill the tumor cells. Research is underway to achieve better results. When the tumor recurs, the focus of treatment is on managing symptoms to make sure the child is as comfortable as possible.
Apakah kita sanggup membayangkan kesakitan yang lebih lama pada Abdullah?

Begitu saya tahu bahwa penyakit ini yang diderita, saya hanya bisa mendoakan semoga Ranny dan Dadan mengikhlaskan putranya. Saya nggak bisa membayangkan kalau Abdullah bangun dari komanya, hidupnya akan seperti apa.

Ternyata, ketika saya menemui Ranny di rumah sakit, saat kami menunggu jenazah dibawa ke rumah duka, dia sudah sangat siap dengan kemungkinan itu. Kemungkinan kalau hidup anaknya nggak akan lama lagi. Atau kalaupun hidup, kemungkinan besar akan cacat yang justru membuat kita akan semakin iba. Belum lagi rasa sakit yang harus ditanggungnya. Keyakinan inilah, yang membuat Ranny mengikhlaskan seandainya Abdullah dijemput Allah. Ranny juga yang membujuk suaminya untuk mengikhlaskan Abdullah. Sebab janji Allah akan surga.

Peristiwa seminggu ini benar-benar telah banyak mengubah hidup saya. Saya teringat akan awal ayat terakhir (286) Surat Al Baqarah. Laa yukallifullaahu nafsaan illaa wus 'ahaa. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Saya percaya, Ranny dan Dadan adalah orang yang tangguh sehingga dia mendapatkan ujian sehebat ini. Mereka berdua adalah special parents. Punya anak sehebat Abdullah.

Sewaktu saya berpelukan dengan Ranny di dekat ruangan tempat di mana jenazah Abdullah berbaring, Ranny mengatakan, "perjuanganmu masih panjang, Pen! Kamu juga orang terpilih!"

Saya? Orang terpilih? Oh, iya. Saya dan Pa il adalah special parents. Saya berjanji akan menjalankan amanah saya sebaik-baiknya sebagai special parents.

Lalu, saya katakan pada Ranny, "selamat, ya, Ran! Kamu dan Dadan udah dapat kunci pintu surga. Tinggal meneruskan jalan yang sudah dikasih Abdullah."

Innalillaahi wa inna ilaihi raji'uun. Allaahu Akbar!

9 comments:

Dwi Sugiarti said...

Jadi nangis lagi baca ini, Pen :'(

Peni Astiti said...

apalagi kalo nemenin langsung, dwi... teringat terus...

Dwi Sugiarti said...

Iya, pengen ke Bandung nih. Sekalian nengok mertua. Pengen peluk Ranny. Udah lama banget gak ketemu dia :(

Peni Astiti said...

dia kuat banget. yang ada, malah dia yang nepuk-nepuk punggung gue pas gue mewek :D

Sri Sarining Diyah said...

huhuhu aku nangisssss...
inget waktu tije dilingkupi selang2 penyambung kehidupannya disaat-saat terakhir, aku senang angka2 di mesin bagus, tapi aku jadi mikir andaikan tije bisa meneruskan hidupnya setelah ini, apa yang terjadi dengan organ2 vitalnya yang sempat melewati masa2 kritis... huhuuu dan aku yang awalnya selalu berbisik "tije kuat, tije anak ibuk yang paling semangat, tije cantik bisa senyum lagi bareng ibuk bapak kan..." selama dokter berusaha menyelamatkan hidupnya, akhirnya aku berbisik lirih ke tije: "ibuk ikhlas kalau tije mau pergi nak, ibuk love you soooo much"

dan mesinpun melayarkan grafik datar...

Peni Astiti said...

subhannallaah... *mewek pagi-pagi baca ini*

temanku itu dikasih kontak sama putranya, sampai ketika sakratul maut, dia bisa ngerasain juga...

insya Allah, mbak ari dan ranny sudah punya kunci pintu surga... tinggal menemukan jalan menemui ridha-Nya, ya, mbak... selamat, mbak ari...

Ranny Sunarti said...

masyaAllah kak peniw, you are so special, too. selamat menunaikan ibadah istimewa merawat Ilman, kak.

Peni Astiti said...

iya, ran.. ma kasih, ya, buat supportnya... *hugs*

Ajeng Uminya2Aulya said...

Hugs*_*