Friday, May 11, 2012

Empati?

DISCLAIMER: Tulisan ini "galau" detected. Jadi, kalo ga mau ketularan galau, sebaiknya nggak usah baca. #eh

#1. Suatu hari, teman saya lagi PMS, jadi lagi mudah meledak. Berbeda dengan saya yang meledaknya bisa dua hal: marah-marah atau menangis, teman saya yang satu itu bakalan merepet curhat nggak berkesudahan. Kalo dituruti, 5 jam bisa habis waktu saya buat dengerin curhatan dia.. via telpon! Kebayang, nggak, panasnya si ponsel.. hihihi...
Selain sedang PMS, dia juga sedang punya banyak masalah. Sampai merasa dirinya adalah orang paling menderita sedunia.

Kebetulan, dia butuh merepet dan ingat pada saya, jadilah dia menelepon saya. Sayangnya, dia nggak nanya kabar saya dulu, apakah saya available atau tidak untuk dicurhati. Apakah saya sudah pasang shield tebal, dll. Dan waktu dia asik curhat, saya sedang terkapar lemah tak berdaya karena sakit. Apakah dia ngeh dengan suara saya yang cuma bisa bilang "hmm?" "oh, gitu.." "waduh..." dengan suara lemah? Dia terus merepet sampai batre ponsel saya habis dan percakapan terputus. Saya terlalu lemah buat ambil charger waktu itu, saya putuskan untuk tidur.

Apa yang terjadi ketika ponsel saya sudah nyala kembali? Dapat kiriman sms banyak banget, yang isinya marah-marah, karena saya memutuskan telepon dan nggak minta maaf!

#2. Kemarin pagi, masih sepi, ada asap rokok masuk ke ruangan saya. Biasanya kalo kipas di atas kepala saya dinyalakan, asap rokok nggak terlalu ngaruh di dalam ruangan saya. Tapi, kemarin itu nggak. Setelah saya telusuri, ternyata penjaga kantor sebelah lagi asik ngerokok di depan jendela ruangan saya. Karena saya merasa terganggu, saya bicara baik-baik pada beliau, "Pak, punten, ulah ngaroko di payuneun jandela ieu. Haseupna lebet ka ruangan saya, Pak. Saya janten sesek, teu tiasa napas. Nuhun, Pak" (Pak, maaf, jangan merokok di depan jendela ini. Asapnya masuk ke ruangan saya, Pak. Saya jadi sesak, nggak bisa napas. Ma kasih, Pak."

Apa reaksi orang ini? Matanya mendelik ke jendela saya, lalu bilang, "oh!" dan pasang ekspresi murka. Kemarin, saya sedang senang hati, jadi lihat reaksinya saya nggak berniat menggampar. Kalo kemaren mood saya lagi ancur, bisa saya labrak orang itu. Bukannya minta maaf! Yah! Saya tahu! Dia gengsi ditegur "anak buah" yang masih muda dan lucu ini. Heran saya. Ke tetangga sekitar, dia suka ngaku-ngaku "Manager" dan nunjuk kami-kami yang muda ini anak buahnya... *ngakak guling-guling*
Kalo tetangga di daerah kantor saya ini waras semua, pasti mereka nggak percaya. Mana ada manager kerjaannya nongkrong di depan teras, yes?

#3. Hari Jumat pagi, biasanya Eyiq senam pagi, seperti postingan-postingannya di hari-hari Jumat. Nah, Jumat itu (udah lama, sih), saya naik angkot dan mau ngetes sinyal GPRS. Saya ngirim iMessage ke Eyiq, soalnya kan paling cepet keliatan. Kalo di layar balon kata message-nya berwarna hijau, berarti GPRS-nya nggak nyala alias terkirim sebagai SMS. Kalo di layar balon kata message-nya berwarna biru, berarti GPRS-nya nyala dan terkirim sebagai iMessage.

Pesan saya waktu itu, "lagi senam, ya, Eyiq?" dan blup! Balon kata message di layar berwarna biru. Oke. Berarti sinyal GPRS saya lagi waras. Saya bisa plurk-an kalo gitu. Ternyata, Eyiq balas. Dia jawab, "lihat aja di Path."
Karena sinyal GPRS lagi asik, saya segera buka Path dan hati saya mencelos. Eyiq sedang berduka cita karena sepupunya yang masih bayi meninggal dunia. Dan Eyiq sedang berada di rumah duka.

Segera saja saya minta maaf sama Eyiq. Soalnya saya nggak ngecek dulu Eyiq ada di mana. Niat usil nyapa, malah membuat saya jadi manusia nggak peka. :(


#4. Sewaktu saya lagi sedih, karena iPod ilman hilang, saya cerita ke seorang teman. Ternyata di saat yang sama, seseorang yang saya ceritain itu lagi ada masalah juga. Jadinya, yah, dia meninggalkan percakapan dengan saya karena sedang marah entah sama siapa. Saya yang lagi down, tambah down aja, merasa nggak dipedulikan. Walau keesokan harinya, kemudian dia minta maaf karena merasa nggak peka.

Tapi, yah, ketika kita lagi ketiban musibah, biasanya kita bakalan merasa paling menderita sedunia dulu sih (reaksi umum), sebelum kemudian bisa berikhlas ria. Atau malah marah-marah pas dinasihati untuk mengikhlaskannya dengan komentar, "emangnya ikhlas itu gampang?"

"Lucu"nya lagi, waktu saya cerita ke seseorang yang lain, dia malah dengan santainya bilang, "ya udah, Bu.. beli aja lagi... gampang, kan?" *dalam hati, nih, saya ngedumel, "iya, situ punya duit kayak (maaf) b**ak! Ngegampangin aja!"*

#5. Kapan itu, sejak salah seorang teman saya tahu bahwa Ilman termasuk ABK, dia menjadi ekstra hati-hati pada saya. Alasannya, sih, takut saya tersinggung. Hubungan kami menjadi nggak seperti biasa lagi. Dia terlalu banyak hati-hati pada saya. Misalnya, kalo lagi ngumpul, trus ada yang "pamer" soal kehebatan anaknya, teman saya ini langsung memberi peringatan, "pssst" seraya matanya menunjuk saya diam-diam. Ya, Allah.. memangnya saya kenapa?

#6. Pernah, saya ngajak Ilman main ke rumah salah satu kenalan saya. Waktu itu, Ilman belum bisa bicara. Sementara anak kenalan saya ini sudah bisa ngobrol, padahal usianya dua tahun di bawah Ilman. Neneknya meraih cucunya sambil melirik Ilman dengan sudut matanya (kebeneran saya lihat banget) bilang, "Sini, cucu Oma yang pinter... udah pinter ngomong, abis ini pinter apa lagi ya..." *yah, mungkin saya lagi sensi... tapi, kalo dia sendiri yang ngalamin, bisa terima juga, nggak digituin?*

#7. Sewaktu saya berkomentar soal "lebay"nya pedangdut SJ pas kehilangan istrinya, teman saya tiba-tiba nyolot. "Peni nggak tahu, sih, rasanya kehilangan orang paling disayangi!!" *oke, waktu itu, ibu teman saya baru setahun meninggal. Jadi, dia masih dalam masa berduka.* Saya cuma bisa bilang, "Iya, saya tahu banget, kok. Saya ditinggal ibu yang melahirkan saya waktu saya masih kecil malahan.. hehe.." Tapi, yah, tetep. Saya dianggap nggak berempati.. ya sutra...

#8. Beredarnya joke sehubungan dengan tragedi jatuhnya Sukhoi. Ada yang bilang, "pilotnya kaget, lihat salak segede gunung" lah, juga joke-joke lain yang sama sekali nggak lucu untuk situasi berduka seperti itu. Nggak pada mikirin keluarga yang lagi berduka, apa? Kalo anggota keluarga atau sahabat kamu termasuk korban, masih mau terima orang lain bercanda, hah?

Kenapa, ya... giliran kita yang lagi punya masalah, banyak orang lain yang suka nggak berempati sama kita. Lah, giliran mereka yang punya masalah, mereka pengennya kita yang pakai sepatu mereka...

13 comments:

An Na said...

That what we call KEHIDUPAN dear... semangat!

Peni Astiti said...

semangat! ma kasih, mbak cindil! :D

Emaknya Lituhayu Manika said...

Bingung mau komen apa. But thanks for sharing. Peluk cium buat abang ilman.

♥ Anne M.Oscar said...

Mari tarik napas yang dalaaaaaaaaaaaaaaaaaaam. Hembus pelan-pelaaan..... Kalau belum baikan, ulangi 5 kali. Kalau masih galau, ciumin Ilman dan adik bayinya ajaaa :D

fickle boon said...

tetep sempet narsis ya Teh :)

sabar yah Teh, begitulah hidup, kadang seneng, kadang nggak hehehe... ngumpet di keteknya Zaidan ajah

aku tadi siang marahin temen yg cukup deket karena dia bikin jokes soal Sukhoi ini dan ketawa terbahak-bahak, pas aku kasih tau pelan2, dia kayaknya marah... oh well... *terus gak disebut di plurk krn dia ngeplurk*

Yunita Caroline said...

begitulah....mo kita udah berusaha sebaik mungkin, masih aja ada gesekan dng orang lain :)

Sri Sarining Diyah said...

cini aku peyuk aja mb peni...

Peni Astiti said...

ahaha... aku juga bingung, mbak... kenapa meracau ga keruan gitu... hihihi... ma kasiiiih...

Peni Astiti said...

takut, mbak, kalo kedaleman tarik napasnya... angin dari bawah ikut keluar juga... #eh... hihihi...

Peni Astiti said...

penting ini! hihihi... :D

Peni Astiti said...

iya, begitulah... kalo dia yang ngalamin... apa suka dibikin jokes?
*puk puk echan*

Peni Astiti said...

iya... ujian kesabaran, ya, nots :D

Peni Astiti said...

asiiiiiiiiikkk... *muah muah muah mbak ari*